Menulis

Dua tahun belakangan, aku lagi sering-seringnya menulis. Entah yang aku publish di blog atau cuma disimpan di notes doang. Dibilang sering juga sebenarnya nggak sering-sering banget. Semua total tulisanku yang ada di blog dan di notes masih bisa dihitung pakai jari, kok.

Menulis
Menulis

Minat menulisku dimulai dari aku masih SD, eh, apa SMP, ya? Ahh, pokoknya sekitar zaman itu. Waktu di mana aku mulai kenal dengan dunia blogging. Dulu, aku sering banget baca artikel blog yang lucu-lucu, atau blogger yang sekedar ceritain kehidupan sehari-hari mereka—yang lucu-lucu juga pastinya. Ini alasannya kenapa setiap aku nulis sesuatu pasti aku masukin sedikit komedi di dalamnya, walaupun aku tau komedinya nggak lucu-lucu amat, malah cenderung nggak lucu menurutku. Ya udah lah, ya…

Blog yang sering aku baca itu punya Raditya Dika, Alitt Susanto, Benakribo, Kevin Anggara, dan masih banyak lagi. Sekarang blog mereka sebagian udah nggak aktif. Atau, masih ada tapi udah jarang ada artikel baru, soalnya mereka pada pindah ke platform lain. Pindah juga bukan berarti berhenti menulis, masih, cuma kalau sekarang mereka menulis tergantung kebutuhannya untuk apa. Kebutuhan yang masih di dalam minat dan kemampuan menulis mereka tentunya. Raditya Dika, dari kemampuan menulisnya udah menghasilkan berbagai macam karya: Buku, Lagu, Series, Film, dan Stand Up Comedy.

Aku nggak ada keinginan atau cita-cita untuk jadi seorang penulis. Tapi, kalau berandai-andai, profesi apa yang bakal aku pilih ketika uang nggak penting di dunia ini, aku bakal pilih jadi seorang penulis. Kesannya jadi seorang penulis itu nggak bisa menghasilkan uang, ya? Haha bukan gitu maksudku. Karena aku tau kemampuan menulisku kayak gimana, jadi aku tau juga kayaknya aku nggak bakal bisa menghasilkan uang dari profesi ini haha.

Seperti yang aku omongin di atas, aku bukan orang yang bisa menulis dengan baik dan benar. Penggunaan tanda baca dan pemilihan kata aja—aku yakin—masih banyak yang salah. Penulis waktu baca tulisanku mungkin mereka bakal kesel. Keselnya tuh kayak pengin langsung mukul dadaku sampai bunyi intro Netflix. Makanya, aku pengin banget bisa nulis yang benar-benar nulis. Kalaupun memang aku nggak bisa jadi penulis, seenggaknya kemampuan menulisku bisa aku terapin ke media lain.

Misalnya, saat PDKT kemampuan menulisku berguna banget di sini. Aku pinter banget cari topik obrolan kalau lagi chatting. Bahkan, bisa ngembangin sebuah jawaban yang singkat jadi beberapa pertanyaan. Tanpa sadar, aku nulis chat-nya bisa panjang-panjang. Sering kali kalau aku lagi chatting sama pacar atau gebetan, terus nggak sengaja dilihat teman-temanku, mereka sering ngatain aku, “Cuma chatting-an aja udah kayak nulis novel.” karena emang sepanjang itu! 😀

Bisa cari topik obrolan dan bales chat panjang-panjang juga bukan hal yang bisa dibanggain. Apa hebatnya bisa chat panjang-panjang, tapi cuma dianggap sebagai teman? Atau, hanya menjadi tempat berkeluh kesah di kala waktu senggang? Jiakhhh!

Lagian aneh, ngasih contoh media seenggaknya yang berguna dikit, lah. Misalnya, nulis tugas, nulis kerjaan, nulis skrip film, atau nulis esai tentang kenapa Boruto adalah manga yang jelek. Ngasih contoh penerapan kok soal PDKT, itu mah semua orang juga bisa. Pantesan kemampuan menulisku cuma mentok di sini-sini aja haha.

Menurutku menulis adalah sebuah cara mengekspresikan diri paling tenang. Media curhat yang nggak perlu bantuan pihak kedua untuk menjadi pendengar. Setelah menulis aku ngerasa semua yang terpendam di dalam pikiran bisa tercurahkan.

Menulis bagi aku untuk sekarang udah jadi semacam cara aku sejenak lupain masalah kehidupan di dunia ini. Sedikit meredakan stres menjalani kehidupan monoton yang mau nggak mau harus tetap dijalani. Udah, mungkin tulisannya cukup sampai sini. Kalau lebih panjang lagi, aku bingung kalimat apa lagi yang kata akhirnya berhuruf i. Sekian dan Terima Kasi(h).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *