Mengenal Diri Sendiri

Udah 1 tahun lebih aku berdamai dengan masa lalu. Selama 1 tahun lebih itu pula aku bisa mengenal diriku sendiri. Ketika aku punya pasangan, aku nggak punya kesempatan buat mengenal diriku sendiri.

“Berarti punya pasangan itu menghambat proses mengenal diri sendiri, dong?”

Enggak, nggak gitu. Setiap orang yang memiliki hubungan, pasti punya jalan mereka sendiri-sendiri mau melaluinya kayak gimana. Malah ada yang bisa mengenal dirinya sendiri lewat suatu hubungan. Mungkin, dulu aku bahagia dengan hidup dan pasanganku, jadi nggak sempet buat mengenal tentang diri sendiri. Mungkin juga, aku belum cukup dewasa untuk memikirkan hal-hal yang belum saatnya aku pikirin di umur segitu.

Ternyata aku baru tau, kalau aku nggak bisa ngobrol sama orang, bahkan memulai obrolan. Sejak kecil, aku emang sering dibilang pendiem. Sering juga dikatain teman atau saudaraku, kalau aku diajak ngobrol sama mereka pasti kebanyakan senyumnya daripada ngomongnya.

Nggak tau kenapa, diem itu sesuatu kegiatan yang mengasikan, namun sesuatu yang merugikan juga buat aku sebenarnya. Setiap punya masalah yang bisa aku lakuin cuma diem dan dipendem sendiri. Dulu, aku kira aku orang yang cuek soal masalah dan nggak terlalu ambil pusing soal itu, tapi ternyata malah sebaliknya. Masalah kecil pun sering aku pikirin, kadang masalah besar malah bisa bikin aku overthinking.

Seharusnya kalau punya masalah itu cerita ke orang lain. Entah mereka cuma jadi pendengar atau bagusnya mereka bisa sekaligus ngasih solusi. Ini juga termasuk reminder buat aku. Sayangnya, aku masih cukup “pendiem” untuk cerita masalahku sendiri ke orang lain. Atau, emang aku belum menemukan orang yang bisa aku percaya kali, ya? Hehe.

Aku juga nggak suka tempat rame dan berisik. Ada di tengah kerumunan bikin aku nggak nyaman dan pusing. Pantes aja dulu waktu nonton band kesukaanku manggung, aku beridiri di belakang sendiri, sementara teman-temanku pada maju ke depan masuk ke dalam crowd. Dan, pergi keluar main sama teman-teman itu ternyata sangat amat menguras energi. Walaupun sebenernya aku happy-happy aja ngelakuinnya. Itu sebabnya aku lebih sering menghabiskan waktuku di dalam rumah, ngelakuin hal-hal yang aku suka: main game, nonton film, atau baca manga.

Setelah aku mengenal diri sendiri, aku jadi sadar. Aku nggak boleh kayak gini terus, nggak boleh kelamaan di dalam zona nyaman, aku harus keluar dari zona nyaman sesekali. Makanya, akhir-akhir ini aku sedikit lebih sering ngelakuin kegiatan di luar rumah. Tulisan ini aja aku tulis di Coffe Shop dengan suasana sedikit berisik, padahal biasanya aku nulis harus dalam keadaan tenang atau seenggaknya nggak banyak suara yang mengganggu, lah.

“Oh, ternyata main sendiri seru juga, ya.”

Aku juga mencoba mengenal orang baru dari aplikasi dating. Awalnya cukup takut buat ketemuan face-to-face dan ngobrol, sedangkan aku orangnya nggak bisa ngobrol, apa lagi ini orang yang baru aku kenal. Tapi, kalau takut terus aku nggak akan keluar dari zona nyaman, dong? Yaudah, aku beraniin.

“Oh, ternyata ketemu orang baru seru juga, ya.”
“Oh, ternyata nggak semenakutkan itu ketemu orang baru.”
“Oh, ternyata aku bisa juga ngobrol dan membangun obrolan.”

Kesimpulannya, mengenal diri sendiri itu penting buat tau kita itu orang yang kayak gimana. Keluar dari zona nyaman nggak semenakutkan yang dipikirin, kok. Keluar juga bukan berarti sepenuhnya keluar. Anggep aja keluar itu sebuah challenging dan kita bisa balik lagi kalau merasa udah cukup main-mainnya di luar zona nyaman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *